![]() |
kondisi di Sittwe, ibukota Rakhine (AFP) |
Sittwe - Konflik etnis di Provinsi Rakhine, menyisahkan
banyak luka. Saat berkunjung bersama relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT)
ke sebuah kamp pengungsi etnis Rohingnya, Selasa (30/10/2012), detikcom
tidak menyangka akan mendapatkan sebuah surat dari seorang anak muda.
Namanya Rofi. Dia memberikan secarik kertas yang ditulis tangan olehnya.
Berikut surat yang dituliskan Rofi yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia:
Kepada Tuan dan Nyonya,
Bolehkan kami bercerita tentang kejadian yang menyedihkan yang terjadi di wilayah kami? Kami berasal dari Kyaukpyu di Pulau Ramree, Provinsi Rakhine. Kami adalah satu etnis minoritas yang bernama Kaman yang berada berada di sini. Perlu diketahui, Di sini terdapat 7 etnis yang mendiami Provinsi Rakhine yaitu Rakhine, Kamans, Mros, Bruas, Doignets, Thets, dan Khamis.
Tanggal 23 Oktober 2012, terjadi pertikian etnis yang membuat kami harus mengungsi. Pukul 07.00 pagi, kami mengungsi dengan menggunakan perahu. Orang-orang yang terluka dan meninggal tidak bisa kami bawa ke dalam perahu dan tanpa pertolongan. Pada pagi hari, tanggal 24 Oktober 2012 kami tiba di sini (Sittwe).
Tuan dan Nyonya, kami adalah korban yang tidak bersalah. Yang ikut bersama kami adalah pasien, bayi dan orang tua dan datang dalam keadaan miskin. Saat ini, kami sangat membutuhkan makanan, air, shelter, dan obat-obatan. Kami sangat memohon Anda dapat membantu kami. Kami juga menginginkan keadilan, persamaan, dan keamanan.
Salam hormat,
Menurut salah seorang penerjemah kami, etnis Kyaukpyu tiba di kota Sittwe sekitar tiga hari yang lalu dengan menggunakan kapal. Terdapat sekitar 3.000 pengungsi di kamp itu. Detikcom mencoba melihat keadaan di sana dan mengunjungi dapur umum milik mereka. Warga duduk bersama dan menyantap makanan bersama di sebuah tenda.
Tiba-tiba, datang seorang wanita yang menangis bahkan hendak bersujud di hadapan kami. Untungnya seorang relawan menahan wanita itu untuk bersujud. Wanita itu menangis dan menceritakan keadaan keluarganya yang sampai saat ini tidak ada kabarnya.
"Dia menceritakan bahwa masih sekitar 23 orang keluarganya yang saat ini tidak diketahui kabarnya. Hingga sampai di Sittwe, dia hanya tinggal bertiga. Anak dan menantunya tidak diketahui kabarnya," kata penerjemah kami.
Beberapa wanita dan anak-anak bahkan mencoba mendekati kami dan bercerita tentang kejadian yang menimpa mereka. Untuk masuk ke wilayah etnis Rohingya, kami harus melewati beberapa pos penjagaan yang dijaga oleh militer bersenjata. Jarak kamp pengungsi dengan kota Sittwe sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat.
Kepada Tuan dan Nyonya,
Bolehkan kami bercerita tentang kejadian yang menyedihkan yang terjadi di wilayah kami? Kami berasal dari Kyaukpyu di Pulau Ramree, Provinsi Rakhine. Kami adalah satu etnis minoritas yang bernama Kaman yang berada berada di sini. Perlu diketahui, Di sini terdapat 7 etnis yang mendiami Provinsi Rakhine yaitu Rakhine, Kamans, Mros, Bruas, Doignets, Thets, dan Khamis.
Tanggal 23 Oktober 2012, terjadi pertikian etnis yang membuat kami harus mengungsi. Pukul 07.00 pagi, kami mengungsi dengan menggunakan perahu. Orang-orang yang terluka dan meninggal tidak bisa kami bawa ke dalam perahu dan tanpa pertolongan. Pada pagi hari, tanggal 24 Oktober 2012 kami tiba di sini (Sittwe).
Tuan dan Nyonya, kami adalah korban yang tidak bersalah. Yang ikut bersama kami adalah pasien, bayi dan orang tua dan datang dalam keadaan miskin. Saat ini, kami sangat membutuhkan makanan, air, shelter, dan obat-obatan. Kami sangat memohon Anda dapat membantu kami. Kami juga menginginkan keadilan, persamaan, dan keamanan.
Salam hormat,
Menurut salah seorang penerjemah kami, etnis Kyaukpyu tiba di kota Sittwe sekitar tiga hari yang lalu dengan menggunakan kapal. Terdapat sekitar 3.000 pengungsi di kamp itu. Detikcom mencoba melihat keadaan di sana dan mengunjungi dapur umum milik mereka. Warga duduk bersama dan menyantap makanan bersama di sebuah tenda.
Tiba-tiba, datang seorang wanita yang menangis bahkan hendak bersujud di hadapan kami. Untungnya seorang relawan menahan wanita itu untuk bersujud. Wanita itu menangis dan menceritakan keadaan keluarganya yang sampai saat ini tidak ada kabarnya.
"Dia menceritakan bahwa masih sekitar 23 orang keluarganya yang saat ini tidak diketahui kabarnya. Hingga sampai di Sittwe, dia hanya tinggal bertiga. Anak dan menantunya tidak diketahui kabarnya," kata penerjemah kami.
Beberapa wanita dan anak-anak bahkan mencoba mendekati kami dan bercerita tentang kejadian yang menimpa mereka. Untuk masuk ke wilayah etnis Rohingya, kami harus melewati beberapa pos penjagaan yang dijaga oleh militer bersenjata. Jarak kamp pengungsi dengan kota Sittwe sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat.
sumber : detikNews
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !