Kuhampiri
Ibunda yang tengah terbaring
bersama sebingkai mushaf Quran
dalam genggaman
pada alas kesucian
di keheningan malam
Wajah renta
kelopak yang meredup
kulit yang bergelombang
tulang yang bersembulan
urat nadi yang berjejalan
Ibu
lama nian Ananda
tiada sembahkan untaian kata dan bunga
untuk Ibu
Kuberteduh dalam pelukanmu, Ibu
kurasakan begitu dekat nian
jarak hati yang dibalut kerinduan
Kubersujud di kakimu, Ibu
kusentuh, ujung jemarimu satu-satu
yang seperempat abad lalu berdiri kukuh
dalam kepekatan malam dan kokok ayam
menjajakan buah dan pisang
dan kembali pulang
bingkiskan sepincuk bubur ketan
untuk temaniku sarapan
Ku bersandar di bahumu Ibu
kan kusemikan
bunga-bunga kasih yang semakin layu
Ibu
jika saat ini bulir-bulir air mata
luruh dari kelopak jingga
semata
karena
Ananda terbayang
begitu beratnya kau tentengku dalam perjalanan
begitu laranya kau lahirkanku dalam kesunyian
begitu lemahnya kau dalam tetesan darah yang bertebaran
Ibu
begitu banyak
kebaikan yang telah kau berikan
begitu dalam
kasih sayang yang kau tanamkan
begitu jernih
ketulusan yang kau siramkan
dan begitu terang
pelita yang kau nyalakan
Saat Ananda dalam sakit
Ibulah yang merawat Ananda
Saat Ananda didera takut
Ibulah yang melindungi Ananda
Saat Ananda dalam kedinginan
Ibulah yang menghangatkan Ananda dalam pelukan
Saat Ananda kehujanan
Ibulah yang memayungi Ananda dalam kesucian
Saat Ananda kehausan
Ibulah yang meminumkan Ananda dalam kedamaian
Saat ini
biarlah hanya Ibu, aku, dan Rabbi yang menjadi saksi
atas kembalinya si buah hati
Air mata ini mengingatkan Ananda pada air mata Ibu
air mata yang hanya kauperlihatkan pada Ananda
lewat kesayuan wajah yang temaram
lewat kepenatan tubuh yang sekam
lewat jiwa yang terguncang
Ibu
saat ibu sakit
Anandalah yang pertama kali menepiskan rintihan
dengan sejuta dalil dan alasan
Ibu
saat Ibu tak sediakan nasi jagung
dan juga lupis ketan kegemaranku
Anandalah yang pertama kali lantunkan nyanyian alam
Ibu
saat Ibu tak berikan uang jajan
untuk sebuah combro goreng
Anandalah yang pertama kali memberi goresan luka
pada rintik-rintik air mata sukma
Saat Ananda pergi dari sisimu
Ibu selalu berdoa untuk Ananda
Semoga Allah mengabulkan semua
cita-citamu
Ungkapan sederhana yang tak pernah
berubah sepanjang zaman
Namun tak pernah kugigit dalam-dalam
Saat Ananda jauh dari kehangatanmu
tak pernah terlintas dalam benak tuk pikirkanmu
tak pernah terlintas dalam bibir kelu ini tuk doakanmu
hanya angan dan bayang-bayang keindahan dalam ucapan
Dan
jika saat ini
bulir-bulir air mata
tlah berubah menjadi telaga
karena
saat kedekatan ini
baru Ananda rasakan begitu berartinya Ibu bagi diriku
baru Ananda sesalkan betapa pedihnya kata-kata itu
betapa rindunya Ananda akan kehangatanmu
betapa beratnya Ananda jika pergi lagi dari sisimu
bulir-bulir yang luruh dari kelopak
terus mengingatkan Ananda
pada sejuta kenangan
yang tak terlupakan
dua puluh lima tahun silam
Selama itu pula
Ananda tinggalkanmu
dalam keheningan
dalam kesepian
dalam kedukaan
dalam kehampaan
dalam kerinduan
dalam keterasingan
dalam kesendirian
tanpa teman
Ibu maafkan Ananda Ibu
lama nian Ananda bergelimang
noda-noda pekat dan ambisi kehidupan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah nodai nasihatmu
dengan umpatan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah hapus sejuta katamu
dengan cacian
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah lukai kehalusan kasihmu
dengan kebencian
Ibu maafkanlah Ananda ibu
yang telah tetesi kebeningan hatimu
dengan kedengkian
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah menuntunmu
dalam keterasingan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah membiarkanmu
dalam kegelapan
Ananda
hanyutkanmu
dalam tebing
kesusahan
Ananda
lupakanmu
dalam teluk
kesunyian
Ananda
campakkanmu
dari dekapan
Maafkan Ananda Ibu
Ibu, lihatlah ibu
Ananda kini tlah bawa untukmu
tawa Syifa kecil yang lucu
Juga
Nela
yang kelak menemanimu dalam
kekhusyukan tahajud
Ibu lihatlah Ibu
Nabila kecil sudah pandai membaca
n-a ,na, +n, nan, d-a, da
nan da
Ibu lihatlah Ibu
Nela mungil juga bingkiskan untukmu
sehelai baju baru untuk lebaran istimewamu
Ibu
biarlah kini
Ananda rangkaikan sejuta kata di atas awan
bahwa di sini ada sesosok bidadari khayangan
dalam pigura kenangan
Ibu
biarlah kini
Ananda lukiskan pada bintang
sejuta cahaya dan asa kehidupan
Ibu
biarlah kini
kupahatkan wajah indahmu
dalam keunikan pesona peradaban
Ibu
biarlah kini kuukirkan namamu
dalam nurani
Syifa kecil yang baru lahir ke bumi
Kususunkan untukmu ibu
sebuah nurani
tempat bernaung dalam duka
tempat bersuci dalam semadi zikir
melafazkan keagungan ayat Ilahi
Ibu
kubenihkan untukmu cinta
yang kian tumbuh subur dalam gelora
dan menderu berjuta magma
dalam batas diam tanpa kata
Ibu
kupuisikan bagimu sebait kasih
yang kian membiru
menjalin damai dalam selasih
Ibu
biarlah Ananda yang merawat bulir-bulir mahkota yang kini mulai memutih
Ibu
biarlah Ananda yang buatkan secangkir teh
dan beri makan si Blorok
Biarlah Ananda yang merumputkan si Janggut
di padang gembala dan melantunkan syair syahdu
bersama burung-burung dan gemericik air terjun di pematang
bersama tarian ikan-ikan sepat di kolam-kolam tak bertuan
Ibu
biar kucium jari jemari kecil
yang telah menyusun tulang-tulang dan napas
dan tak kubiarkan air sumur menusuk lentiknya
Ibu
biar kucium detak-detak napas yang mengawang
dan tak kubiarkan semilir angin sentuh wanginya
Padamu Ibu
lantunan asaku kembali
Padamu Ibu
simponi kataku bertepi
Padamu Ibu
damai kasihku berseri
Padamu Ibu
muara cintaku bersemi
Ibu
kulihat wajah putihmu
yang sisakan seulas senyuman untukku
Ibu
kupegang nadi-nadi kulit arimu
yang tebarkan sejuta kehangatan
Ibu
Ibu
sepasang mata kelabu
tertidur lembut dalam bisu
Ibu
Ibu
jasad yang terdiam tanpa nurani
menghadap sang Mahasuci
Bumi Allah-2003
Ibunda yang tengah terbaring
bersama sebingkai mushaf Quran
dalam genggaman
pada alas kesucian
di keheningan malam
Wajah renta
kelopak yang meredup
kulit yang bergelombang
tulang yang bersembulan
urat nadi yang berjejalan
Ibu
lama nian Ananda
tiada sembahkan untaian kata dan bunga
untuk Ibu
Kuberteduh dalam pelukanmu, Ibu
kurasakan begitu dekat nian
jarak hati yang dibalut kerinduan
Kubersujud di kakimu, Ibu
kusentuh, ujung jemarimu satu-satu
yang seperempat abad lalu berdiri kukuh
dalam kepekatan malam dan kokok ayam
menjajakan buah dan pisang
dan kembali pulang
bingkiskan sepincuk bubur ketan
untuk temaniku sarapan
Ku bersandar di bahumu Ibu
kan kusemikan
bunga-bunga kasih yang semakin layu
Ibu
jika saat ini bulir-bulir air mata
luruh dari kelopak jingga
semata
karena
Ananda terbayang
begitu beratnya kau tentengku dalam perjalanan
begitu laranya kau lahirkanku dalam kesunyian
begitu lemahnya kau dalam tetesan darah yang bertebaran
Ibu
begitu banyak
kebaikan yang telah kau berikan
begitu dalam
kasih sayang yang kau tanamkan
begitu jernih
ketulusan yang kau siramkan
dan begitu terang
pelita yang kau nyalakan
Saat Ananda dalam sakit
Ibulah yang merawat Ananda
Saat Ananda didera takut
Ibulah yang melindungi Ananda
Saat Ananda dalam kedinginan
Ibulah yang menghangatkan Ananda dalam pelukan
Saat Ananda kehujanan
Ibulah yang memayungi Ananda dalam kesucian
Saat Ananda kehausan
Ibulah yang meminumkan Ananda dalam kedamaian
Saat ini
biarlah hanya Ibu, aku, dan Rabbi yang menjadi saksi
atas kembalinya si buah hati
Air mata ini mengingatkan Ananda pada air mata Ibu
air mata yang hanya kauperlihatkan pada Ananda
lewat kesayuan wajah yang temaram
lewat kepenatan tubuh yang sekam
lewat jiwa yang terguncang
Ibu
saat ibu sakit
Anandalah yang pertama kali menepiskan rintihan
dengan sejuta dalil dan alasan
Ibu
saat Ibu tak sediakan nasi jagung
dan juga lupis ketan kegemaranku
Anandalah yang pertama kali lantunkan nyanyian alam
Ibu
saat Ibu tak berikan uang jajan
untuk sebuah combro goreng
Anandalah yang pertama kali memberi goresan luka
pada rintik-rintik air mata sukma
Saat Ananda pergi dari sisimu
Ibu selalu berdoa untuk Ananda
Semoga Allah mengabulkan semua
cita-citamu
Ungkapan sederhana yang tak pernah
berubah sepanjang zaman
Namun tak pernah kugigit dalam-dalam
Saat Ananda jauh dari kehangatanmu
tak pernah terlintas dalam benak tuk pikirkanmu
tak pernah terlintas dalam bibir kelu ini tuk doakanmu
hanya angan dan bayang-bayang keindahan dalam ucapan
Dan
jika saat ini
bulir-bulir air mata
tlah berubah menjadi telaga
karena
saat kedekatan ini
baru Ananda rasakan begitu berartinya Ibu bagi diriku
baru Ananda sesalkan betapa pedihnya kata-kata itu
betapa rindunya Ananda akan kehangatanmu
betapa beratnya Ananda jika pergi lagi dari sisimu
bulir-bulir yang luruh dari kelopak
terus mengingatkan Ananda
pada sejuta kenangan
yang tak terlupakan
dua puluh lima tahun silam
Selama itu pula
Ananda tinggalkanmu
dalam keheningan
dalam kesepian
dalam kedukaan
dalam kehampaan
dalam kerinduan
dalam keterasingan
dalam kesendirian
tanpa teman
Ibu maafkan Ananda Ibu
lama nian Ananda bergelimang
noda-noda pekat dan ambisi kehidupan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah nodai nasihatmu
dengan umpatan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah hapus sejuta katamu
dengan cacian
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah lukai kehalusan kasihmu
dengan kebencian
Ibu maafkanlah Ananda ibu
yang telah tetesi kebeningan hatimu
dengan kedengkian
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah menuntunmu
dalam keterasingan
Ibu maafkanlah Ananda Ibu
yang telah membiarkanmu
dalam kegelapan
Ananda
hanyutkanmu
dalam tebing
kesusahan
Ananda
lupakanmu
dalam teluk
kesunyian
Ananda
campakkanmu
dari dekapan
Maafkan Ananda Ibu
Ibu, lihatlah ibu
Ananda kini tlah bawa untukmu
tawa Syifa kecil yang lucu
Juga
Nela
yang kelak menemanimu dalam
kekhusyukan tahajud
Ibu lihatlah Ibu
Nabila kecil sudah pandai membaca
n-a ,na, +n, nan, d-a, da
nan da
Ibu lihatlah Ibu
Nela mungil juga bingkiskan untukmu
sehelai baju baru untuk lebaran istimewamu
Ibu
biarlah kini
Ananda rangkaikan sejuta kata di atas awan
bahwa di sini ada sesosok bidadari khayangan
dalam pigura kenangan
Ibu
biarlah kini
Ananda lukiskan pada bintang
sejuta cahaya dan asa kehidupan
Ibu
biarlah kini
kupahatkan wajah indahmu
dalam keunikan pesona peradaban
Ibu
biarlah kini kuukirkan namamu
dalam nurani
Syifa kecil yang baru lahir ke bumi
Kususunkan untukmu ibu
sebuah nurani
tempat bernaung dalam duka
tempat bersuci dalam semadi zikir
melafazkan keagungan ayat Ilahi
Ibu
kubenihkan untukmu cinta
yang kian tumbuh subur dalam gelora
dan menderu berjuta magma
dalam batas diam tanpa kata
Ibu
kupuisikan bagimu sebait kasih
yang kian membiru
menjalin damai dalam selasih
Ibu
biarlah Ananda yang merawat bulir-bulir mahkota yang kini mulai memutih
Ibu
biarlah Ananda yang buatkan secangkir teh
dan beri makan si Blorok
Biarlah Ananda yang merumputkan si Janggut
di padang gembala dan melantunkan syair syahdu
bersama burung-burung dan gemericik air terjun di pematang
bersama tarian ikan-ikan sepat di kolam-kolam tak bertuan
Ibu
biar kucium jari jemari kecil
yang telah menyusun tulang-tulang dan napas
dan tak kubiarkan air sumur menusuk lentiknya
Ibu
biar kucium detak-detak napas yang mengawang
dan tak kubiarkan semilir angin sentuh wanginya
Padamu Ibu
lantunan asaku kembali
Padamu Ibu
simponi kataku bertepi
Padamu Ibu
damai kasihku berseri
Padamu Ibu
muara cintaku bersemi
Ibu
kulihat wajah putihmu
yang sisakan seulas senyuman untukku
Ibu
kupegang nadi-nadi kulit arimu
yang tebarkan sejuta kehangatan
Ibu
Ibu
sepasang mata kelabu
tertidur lembut dalam bisu
Ibu
Ibu
jasad yang terdiam tanpa nurani
menghadap sang Mahasuci
Bumi Allah-2003
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !